suaramaluku.com – Pakar hukum tata tegara, Universitas Muslim Indonesia UMI), Dr Fahri Bachmid SH MH menegaskan penundaan Pemilu, yang berdampak pada perpanjangan masa jabatan pejabat publik tidak sejalan dengan spirit konstitusi.
Etisnya, diskursus imajiner mengenai menunda Pemilu yang tentunya berimplikasi pada tatanan perpanjangan masa jabatan Presiden/Wakil Presiden, Menteri, DPR, DPD dan DPRD serta jabatan-jabatan publik lainya diakhiri, sebab wacana itu sangat tidak bermuatan maslahat, malahan sangat banyak mudaratnya bagi bangsa dan negara
“Usulan penundaan Pemilu merupakan constitution disobedience atau pembangkangan terhadap konstitusi,” ujar Fahri Bachmid yang juga Wakil Ketua Bidang Kajian Hukum dan Peraturan Perundang-undangan DPN PERADI dalam rilisnya kepada media ini, Selasa (1/3/2022).
Menurutnya, jika dilihat alasan serta justifikasi yang dikemukakan pengusul penundaan Pemilu, secara teoritik maupun konstitusional tidak ada jalan yang disediakan oleh UUD 1945 dan tidak berangkat dari “reasoning” yang memadai. Sebab hal itu bukanlah tindakan yang didasarkan kepada dalil yang secara konstitusional dapat diterima.
Misalnya, secara objektif negara dalam keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau sebagian wilayah NKRI terancam oleh pemberontakan, kerusuhan- kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa; atau timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan wilayah dengan cara apapun juga; atau gangguan keamanan yang berdampak holistik.
“Maka berdasarkan Perpu No. 23/1959 Tentang Keadaan Bahaya atau berdasarkan prinsip hukum tata negara darurat dikenal dengan “staatsnoodrechts” (keadaan darurat negara) atau “noodstaatsrechts” (hukum tata negara dalam keadaan darurat), sehingga presiden sebagai kepala negara dapat menetapkan sebuah kebijakan dan kebutuhan hukum sesuai prinsip hukum yang berlaku, berdasarkan ajaran hukum suatu keadaan darurat negara (state of emergency),” paparnya.