suaramaluku.com – Sidang perdana kasus dugaan korupsi eks Walikota Ambon, Richard Louhenapessy (RL) dan Staf Tata Usaha Pimpinan Pemkot Ambon Andrew Erlin Hehanussa (AEH), dilaksanakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Kantor Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Kamis (29/9/2022).
Sidang tersebut dilakukan secara virtual atau zoom meeting dengan menghadirkan tersangka RL dan AEH yang masih berada pada tahanan KPK di Jakarta.
Juru bicara tim penasehat hukum (PH) RL dan AEH, Seggy Haulussy SH kepada media ini Kamis (29/9/2022), mengatakan, sidang dimulai pada pukul 09.30 WIT hingga 11.00 WIT dengan ketua majelis hakim Nanang Zulkarnain Faizal SH dan hakim anggota Antonius SH dan Manuhua SH.
“Agenda utama di sidang perdana ini hanya pembacaan dakwaan saja oleh majelis hakim. Tidak ada eksepsi (pembelaan) dari tim PH. Pembacaan dakwaan itu turut didengar oleh pak RL dan AEH, yang berada di gedung KPK Jakarta didampingi pengacara melalui layar virtual,” ujarnya.
Menurut Seggy, pada sidang tersebut, pihak tim PH sempat menyampaikan dua usulan kepada majelis hakim. Satu usulan diterima, satunya lagi ditolak atau tidak dikabulkan.
“Dua usulan itu adalah tentang agar tindaklanjut pemeriksaan kesehatan pak RL Ini diterima atau dikabulkan hakim. Lalu usulan supaya pada persidangan berikut, dapat hadirkan pak RL dan AEH dalam persidangan. Namun ditolak oleh hakim karena Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK punya alasan sesuai ketentuan dari Dirjen PAS,” jelasnya.
Lebih lanjut dikatakan, alasan pihaknya minta hadirkan para terdakwa pada sidang secara offline bukan online, lantaran terdakwa pada kasus Tipikor yang lain yaitu mantan Bupati Buru Selatan, Tagop Soulisa bisa didatangkan oleh tim Jaksa KPK dan ditahan di Rutan Waiheru.
“Buktinya kan meski masih kondisi wabah Covid 19, namun Tagop Soulisa dialihkan penahanan ke Rutan Ambon oleh KPK. Selain itu, sidang online terkadang jaringan jelek sehingga pendengaran terdakwa atas pertanyaan hakim sering terganggu. Namun hakim menyatakan JPU KPK berpatokan pada edaran Dirjen PAS soal sidang online terkait situasi Covid 19,” beber Seggy.
PEJABAT DAN REKANAN DISEBUT
Sementara itu, dalam dakwaan yang dibacakan tim JPU KPK saat sidang perdana itu, mantan Walikota Ambon RL (67) didakwa sudah terima suap dan gratifikasi senilai Rp 11,259 miliar dari sejumlah rekanan maupun beberapa kepala dinas atau pimpinan organisasi pemerintah daerah (OPD).
Menurut tim JPU KPK yakni Titto Jaelani didampingi Taufiq Ibnugroho, sejumlah dana itu diterima terdakwa secara tunai maupun transfer bank melalui nomor rekening bank milik terdakwa AEH, saat terdakwa masih menjabat Walikota Ambon
Dijelaskan, terdakwa I RL bersama terdakwa II AEH pada Maret 2020 hingga April 2020 bertempat di Bank BCA Kantor Cabang Utama Ambon Jalan Sultan Hairun Nomor 24 Ambon dan Kantor Walikota Ambon telah menerima uang Rp 500 juta secara bertahap.
“Hal ini dilihat sebagai satu perbuatan berlanjut, menerima hadiah berupa uang secara bertahap sejumlah seluruhnya Rp 500 juta dari Amri, Solihin, dan Wahyu Somantri selaku perwakilan PT Midi Utama Indonesia, Tbk (PT MUI),” jelas tim JPU.
Pemberian uang kepada terdakwa I untuk setujui dan menerbitkan dokumen izin ritel Alfamidi tahun 2020, yaitu dokumen berupa Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) guna pembangunan 20 gerai usaha ritel.
Selain itu, didalam surat dakwaan tim JPU juga menyebutkan RL yang menjabat Walikota Ambon selama tahun 2011-2016 dan 2017-2022 telah menerima suap dan atau gratifikasi dari sejumlah kepala dinas (Kadis) di Pemkot Ambon dan rekanan yang totalnya capai Rp 11,259 miliar.
Disebutkan yaitu dari Kadis PUPR Pemkot Ambon, Enrico Mattitaputy sebesar Rp 150 juta dan Rp 75 juta, Kadis Pendidikan Fahmi Salatalohy Rp 150 juta, Kabid Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Roberth Silooy Rp 50,2 juta, Kabid Lalu Lintas Dishub Ambon Izaak Jusac Said Rp 116 juta serta Rp 8 juta dari Kadishub Kota Ambon Robert Sapulette.
Sedangkan yang terbesar dari Alfonsus Tetelepta selaku Plt Direktur PDAM Ambon (kini sudah mantan) sebesar Rp 260 juta.
“Terdakwa I juga menerima uang dari sejumlah rekanan sebesar Rp 7,398 miliar selama menjabat sebagai Walikota Ambon,” ungkap tim JPU.
Rekanan itu diantaranya dari Victor Loupatty selaku pemilik PT. Hoatyk sebesar Rp 342,5 juta, Komisaris PT. Gebe Insitri Nikel Maria Chandra Pical Rp 250 juta, Yusac Harianto Lenggono selaku rekanan sebesar Rp 50 juta, dan Direktur PT. Talenta Pratama Mandiri, Petrus Fatlolon (mantan Bupati Kepulauan Tanimbar) Rp 100 juta.
Tidak sampai disitu saja. RL juga disebut menerima suap dari Rakib Soamole selaku pemilik AFIF Mandiri Rp 165 juta, Edwin Liem selaku pemilik apotik Agape Madika Rp 20 juta, Fahri Anwar Solichin yang merupakan Direktur Utama PT. Karya Lease Abadi sebesar Rp 4,9 miliar dan Novi Warela wiraswasta sebesar Rp 435,6 juta.
Sehingga JPU sebut penerimaan langsung oleh RL sejak tahun 2011 hingga Maret 2022 sebesar Rp 8,222 miliar, dan sisanya Rp 3,037 miliar melalui transfer dana ke rekening terdakwa II, (AEH).
Dari hasil penyidikan tersebut, maka perbuatan RL dan AEH dalam dakwaan dijerat melanggar pasal 12 B juncto pasal 18 UU RI nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang korupsi junto pasal 55 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, tim PH yang dampingi terdakwa di gedung KPK Jakarta adalah Robinson SH MH dkk, sedangkan di Ambon yaitu Azvant R. Utama SH MH, Seggy Haullussy SH, Stenly Sahetapy SH, Jakobis Siahaya SH dan Edo Diaz SH MH.
Untuk diketahui, selesai persidangan terdakwa RL dan AEH, majelis hakim Tipikor dan tim JPU yang sama juga menggelar sidang perdana atas terdakwa Amri selaku pelaku pemberi suap dalam perkara tersebut.
Sedangkan sidang terhadap RL dan AEH akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan barang bukti dan mendengarkan keterangan para saksi. (SM-05)