suaramaluku.com – Pimpinan RSUD Dr Haulussy Ambon, dinilai oleh Komisi IV DPRD Maluku tidak bertanggungjawab dan kurang responsif terhadap nasib tenaga kesehatan (nakes) yang berada di instansi tersebut.
Hal itu diungkap oleh anggota Komisi IV DPRD Maluku, Andi Munaswir saat berdialog dengan perwakilan Tenaga Kerja Sukarela (TKS) RSUD Haulussy Ambon yang datangi komisi itu di gedung wakil rakyat kawasan Karangpanjang, Selasa (18/10/2022).
Rombongan (TKS) RSUD Haulussy Ambon tersebut diterima langsung oleh Ketua Komisi IV DPRD Maluku, Samson Atapary dan anggota lainnya.
Saat dialog, Andi Munaswir mengatakan, pihaknya di Komisi IV akan tndaklanjuti keluhan nakes RSUD Haulussy semoga bisa tuntas. Karena masalah Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(P3K) bukan hanya nakes saja tetapi juga masih ada tenaga-tenaga guru honor alami nasib serupa.
Bahhkan, lanjutnya, dari yang pihaknya ikuti, data yang masuk ke Kemenpan RB ada lima kabupaten dan kota yang belum ter-input yakni Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku Tenggara, Kabupaten Kepulauan Aru dan lainnya.
“Jadi persoalan ini sebenarnya tidak perlu sampai ke DPRD, kalau pimpinan di RSUD Haulussy itu bertanggungjawab,” tegasnya.
Andi ungkapkan, persoalan ini sudah berlarut-larut dan pimpinan RSUD yang dipanggil sampai dua kali untuk berapat dengan Komisi IV DPRD Maluku tidak pernah hadir.
“Pimpinannya terkesan tidak responsif dan komunikatif, padahal diundang untuk membahas masalah urusan penyelenggaran pemerintahan, apalagi bidang kesehatan itu prioritas,” ujar Andi dari Fraksi Gerindra ini.
Sementara itu, Alen Ririhena yang berbicara atas nama Tenaga Kerja Sukarela (TKS) RSUD Haulussy Ambon, menyampaikan informasi di RSUD saat ini akan dibuka P3K menjadi suatu isu. Maka pihaknya yang tergabung dalam Aliansi Kelompok Tenaga Kerja Sukarela menyampaikan keresahan terkait masa depan yang tidak menentu.
Dikatakan, ada surat edaran yang sudah dikeluarkan dari BKD Provinsi yang diterima tanggal 1 Agustus 2022 dan diinput langsung dalam grup TKS 01 sehingga diketahui semua TKS.
Menurutnya, ada 10 point sebagai arahan untuk mengumpulkan beberapa pemberkasan antara lain 1 sampai 4, pihaknya harus mengumpulkan berkas KTP, KK, ijazah dan disimpan dalam soft file atau disket lalu kumpulkan ke operator atau administrator di RSUD Haulussy.
“Ketika surat edaran tersebut diketahui, TKS merasa sebuah euforia yang sangat besar karena merasa bisa masuk dalam P3K yang menjamin masa depan kami beserta keluarga. Kami minta DPRD menurunkan tim dan mencari apa yang menjadi kejanggalan pada prosesnya,” tutur Alen.
Ia menyatakan, sebentar lagi ditutup pendataannya dan SK P3K itu dari provinsi yang merupakan langkah pertama untuk dapat menuju registrasi P3K, terhitung 11 hari sejak sekarang sampai 31 Oktober 2022 nanti.
Penghapusan tenaga honorer dan pengalihan status untuk pemangkasan anggaran yang besar untuk belanja pegawai dan semua honorer di instansi pemerintah diangkat menjadi tenaga P3K.
Alen jelaskan, 133 orang ini terbagi pegawai honor daerah (Honda) yang dibayar Pemda dan TKS dibayar oleh Badan Layanan Umum Daerah RSUD dr. M. Haulussy Ambon.
Yang jadi persoalan, lanjutnya, adalah kendala untuk masuk pada proses P3K melalui layanan registrasi yang tidak jalan sampai sekarang, terutama pada point 10 surat edaran BKD yakni menyangkut Daftar Pelaksanaan Anggaran sehingga kami tidak bisa mengikuti proses pendaftaran P3K.
Diketahui, status TKS ditentukan pihak RSUD sejak tahun 2017 dan 2018 dimana awalnya mereka adalah honorer.
“Makanya kami ke Komisi IV DPRD Maluku ini meminta sama-sama bersinergitas dalam hal membangun komunikasi dengan pihak terkait untuk mencari apa yang menjadi kendala dan bagaimana solusinya,” ungkapnya.
Pasalnya, tambah dia, karena tinggal 11 hari lagi sudah dilakukan penutupan pendaftaran P3K, dan minimal mereka bisa dialihkan ke pegawai honor daerah agar bisa memenuhi syarat sesuai surat edaran BKD, khususnya point 10. (SM-05)