suaramaluku.com – Tim dosen Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Maluku bekerja sama dengan Puskesmas Hila dan Pemerintah Negeri Seith, Kecamatan Leihitu, Maluku Tengah melakukan kegiatan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) sebagai upaya mengurangi stigma masyarakat terhadap penyakit tubercolosis (TBC).
Kegiatan tersebut dilakukan oleh para dosen yakni Cut Mutia Tatisina, Sitti Johri Nasela, Hamdan Hariawan, mahasiswa serta melibatkan kader Posyandu Negeri Seith, kecamatan Leihitu.
Adapun kegiatan KIE itu sebagai upaya mengurangi stigma masyarakat di Seith yang dilakukan tanggal 18 September 2024 dan dilanjutkan 4 Oktober 2024 dengan melibatkan pemerintah desa, penderita TBC, keluarga dan masyarakat setempat.
Tim pengabdi yang diketuai Cut Mutia Tatisina, menjelaskan, pentingnya edukasi dan pemberian informasi yang tepat tentang TBC serta dukungan dari keluarga dan masyarakat kepada penderita dan masyarakat setempat.
Kegiatan ini merupakan pembaruan strategi edukasi yang diberikan kepada masyarakat yang difokuskan pada eliminasi stigma terhadap penderita TBC. Stigma berikan peran tersendiri terhadap peningkatan kasus TBC. Adanya stigma menjadikan penderita enggan untuk membuka diri dan diketahui keberadaannya di masyarakat.
Hal ini akan berdampak terhadap tidak tuntasnya program TBC dalam peningkatan kepatuhan pengobatan. Ketidakpatuhan penderita dalam pengobatan dapat menjadi risiko bagi masyarakat sekitar dan memperkuat rantai penyebaran TBC.
“Selain itu dampak psikis yang diterima sebagai hasil dari adanya stigma juga dapat menurunkan imunitas penderita. Hal ini akan berdampak terhadap peningkatan komplikasi pada penderita,” jelas Tatisina.
Tim Poltekkes mengungkapkan, Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan insiden kasus Tuberkolosis menjadi 65 per 100.000 penduduk pada tahun 2030.
Upaya penanggulangan tuberkolosisi di Indonesia tahun 2020 – 2024 diarahkan untuk percepat upaya Indonesia untuk mencapai eliminasi TBC pada tahun 2030 serta mengakhiri pandemi tuberkolosis di tahun 2050.
Berdasarkan Global TB Report Tahun 2023, Indonesia berada pada posisi kedua dengan jumlah beban kasus TBC terbanyak di dunia setelah India, diikuti oleh Cina. Dengan jumlah kasus TBC diperkirakan sebanyak 1.060.000 kasus dan 134.000 kematian akibat TBC per tahun di Indonesia (terdapat 17 orang yang meninggal akibat TBC setiap jamnya). Salah Satu masalah yang menghambat pemberatasan TB adalah Stigma.
Stigma terhadap tuberkulosis merupakan. sikap negatif, prasangka, dan diskriminasi yang dialami oleh individu yang terkena tuberkulosis. Ini termasuk penilaian sosial yang merendahkan atau mengisolasi seseorang karena mereka memiliki TBC.
Hal ini dapat berdampak pada aspek psikososial, ekonomi, dan akses terhadap layanan kesehatan yang memadai. Kurangnya pengetahuan tentang TB, ketakutan akan penularannya, menarik diri dari lingkungan sosial karena ditolak dalam pergaulan, diskriminasi dari masyarakat serta rendahnya kesadaran pentingnya pengobatan jadi penyebab penundaan dalam mencari perawatan medis yang tepat, peningkatan penularan, dan ketidakpatuhan jalani pengobatan.
Tim Poltekkes Maluku menjelaskan, permasalahan terkait stigma ini menjadi tanggung jawab bersama. Perlu berupaya untuk menghilangkan stigma pada penderita TBC, dengan bekerja sama, bakugandeng antara pemeritah, keluarga dan masyarakat dengan menyuarakan informasi benar dan berikan dukungan pada mereka dengan sepenuh hati.
Adanya perubahan strategi edukasi ini diharapkan dapat mengeliminasi stigma terhadap penderita TBC sehingga akan dapat meningkatkan kesejahteraan mental penderita, memotivasi mereka untuk menjalani pengobatan, menciptakan lingkungan yang lebih inklusif, serta memperbaiki kualitas hidup secara keseluruhan.
Selain itu kegiatan ini juga mendorong program pemerintah dalam mengurangi angka TBC dengan pendekatan edukasi kepada masyarakat. Edukasi yang tepat dapat membantu mengubah persepsi negatif dan stigma yang ada, mendorong masyarakat untuk lebih empatik dan mendukung penderita TB dalam pengobatannya. (SM-12)