suaramaluku.com – Keputusan kontroversial dari majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus), yang menangkan gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) yang diantaranya memutuskan Pemilu 2024 ditunda terus menuai kritik dan tanggapan dari akademisi/pakar, praktisi hukum, maupun Menko Polhukam.
Nah, dalam amar putusan itu tercatat tiga nama majelis hakim yang menangani gugatan Prima yang menjadi hakim ketua adalah Tengku Oyong, serta H. Bakri, dan Dominggus Silaban yang menjadi hakim anggota.
Ternyata dari rekam jejak ketiga hakim tersebut, salah satunya yang menjadi ketua majelis hakim dalam perkara tersebut yakni Tengku Oyong SH MH pernah bertugas di PN Ambon pada tahun 2010.
Dikutip dari jejak digital media, pada tahun 2010, Tengku Oyong ditugaskan ke Pengadilan Negeri Ambon. Pada saat itu, dia dilaporkan karena menganiaya seorang wartawan atau jurnalis yaitu kameramen televisi SCTV, Juhri Samanery.
Peristiwa itu terjadi setelah proses sidang praperadilan Wakil Bupati Maluku Tenggara Barat (kini Kabupaten Kepulauan Tanimbar) saat itu, Lukas Uwuratuw sebagaimana ditulis Kompas.com.
Akhirnya, Tengku Oyong diperiksa oleh Inspektur Wilayah Badan Pengawas Mahkamah Agung. Kasus itu juga sempat ditangani pihak Polres Ambon.
Dia kemudian dimutasi ke Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, pada 9 Februari 2017. Saat itu T Oyong juga merangkap sebagai Humas Pengadilan Negeri Medan.
Dari jejak digital, Tengku Oyong diperiksa 3 hakim Mahkamah Agung (MA). Oyong diperiksa terkait kasus penganiayaan jurnalis SCTV di PN Ambon.
“Saya memberikan apresiasi kepada MA yang memeriksa aparaturnya. Saya juga dilibatkan bahkan diberikan kesempatan untuk bertanya,” kata Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Luar Negeri Dewan Pers, Bekti Nugroho kepada detikcom, Senin (24/5/2010).
Menurut Bekti, pemeriksaan dilakukan selain Oyong, Badan Pengawasan MA juga memeriksa empat orang pegawai Pengadilan Negeri (PN) Ambon. Keempatnya yakni Jordan Sahusilawane, William, Dum M, dan salah seorang mahasiswa KKN, yang diduga turut menganiaya kameraman SCTV, Juhri Samanery.
“Oyong dan lainnya diperiksa oleh Setyawan Hartono sebagai Inspektur Wilayah IV Badan Pengawasan MA, Abdullah Sidik sebagai Hakim Tinggi Badan Pengawasan MA), dan Baedawi sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha Inspektorat Wilayah IV Badan Pengawasan MA,” jelasnya.
Saat itu, para jurnalis Maluku juga menyerahkan tujuh orang saksi dari
kalangan pers. Ketujuh saksi tersebut merupakan saksi mata yang melihat langsung penganiayaan terhadap Jufri Samanery.
Penyerahan itu dilakukan oleh koordinator jurnalis Maluku, Lucky Sopacua (sudah almarhum) kepada Wakapolres Pulau Ambon dan Pp Lease waktu itu, Harold Wilson Huwae.
Tujuh saksi tersebut yaitu Husein Tuharea (Trans TV), Lotje Pattipawae (Harian Pagi Siwalima), Erna Marasabessy (Harian Marinyo), Nana Rohana (Harian Maluku Ekspose), Jossy Linansera (Harian Suara Maluku), Yanti Suratnya (Harian Metro Maluku) dan Juhri Samanery (SCTV) selaku saksi korban.
Sementara itu, sayangnya, Juhri Samanery yang dihubungi media ini, Sabtu (4/3/2023), untuk mengingat peristiwa tersebut belum merespon panggilan telepon.
Berdasarkan keterangan pada situs Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Tengku Oyong menjabat sebagai hakim madya utama, dengan golongan atau pangkat pembina utama muda (IV/C).
Dalam situs Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), dia tercatat lahir di Medan, Sumatera Utara, pada 4 Maret 1964. Tengku Oyong menempuh pendidikan sarjana S-1 hukum tata negara pada Universitas Islam Sumatera Utara. Kemudian dia melanjutkan pendidikan S-2 di Fakultas Hukum Universitas Jambi.
Untuk diketahui, dalam putusannya, majelis hakim memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghentikan tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.
Hal itu tercantum dalam putusan perkara nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst yang dibacakan pada Kamis (2/3/2023). (*/NP)