suaramaluku.com – Selasa 6 September 2022, Gereja Protestan Maluku (GPM) memasuki usia 87 tahun. Ini terjadi setelah tahun 1935 di Kota Ambon, GPM berdiri sebagai gereja yang mandiri dalam bidang konfesi, liturgi dan keuangan.
GPM terlepas dari gereja di masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang dilayani oleh Gereja Protestan di Indonesia (GPI) dan Nederlandsch Zendeling Genotschaap (NZG) dan daerah pelayanannya telah meliputi hampir seluruh Maluku (termasuk Maluku Utara).
Moto GPM adalah sebagaimana tertulis dalam firman Allah di Alkitab pada I Korintus 3 : 6. “Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan”.
Dalam perjalanannya hingga kini, GPM telah lalui banyak lintasan sejarah yang panjang dan “badai” tantangan pelayanan jemaat pada beberapa era yang sulit.
Situasi dan kondisi tantangan itu, mulai dari masa kolonial/penjajahan, perang dunia kedua, pemberontakan RMS, peralihan kekuasaan orde lama ke orde baru, konflik horizontal umat beragama hingga orde reformasi dan demokratisasi, digitalisasi dan wabah pandemi global Covid 19.
Untuk diketahui wilayah pelayanan GPM mencakup wilayah Provinsi Maluku (Pulau Buru, Pulau Seram, Pulau Ambon, Pulau-pulau Lease (Saparua, Haruku dan Nusalaut),Pulau-pulau Banda, Kepulauan Kei, Kepulauan Aru (Dobo), Tanimbar, Babar, Leti-Moa-Lakor, Kisar hingga Wetar, dan Provinsi Maluku Utara (Ternate, Pulau-pulau Bacan, Pulau-pulau Obi, dan Kepulauan Sula) .
Dalam kaitan dengan HUT ke-87 nya, GPM kali ini mengusung tema yakni “Bersyukur dan Bersukacitalah, Hendaklah Kebaikan Hatimu Diketahui Oleh Semua Orang” (Filipi 4: 2-9).
Ketua Sinode GPM, Pdt Elifas T. Maspaitella STh MSi dalam satu kesempatan mengatakan, sejarah GPM selalu menceritakan bahwa kita membawa suara Injil yang membebaskan dan memanusiakan, karena 6 September 1935 menjadi tonggak iman untuk memproklamasikan kebebasan dalam bentuk keterlepasan dari dominasi pemerintah Hindia Belanda.
Suatu spirit keagamaan yang menunjukkan bahwa orang percaya hanya bergantung kepada Tuhan dan hidup dari berkat Tuhan.
Itulah sebabnya dalam tiap babakan sejarahnya, GPM selalu bermisi di tengah masyarakat, bangsa dan di tengah dunia, karena itu pula di alam semesta pemberian Tuhan ini.
Kita sadar bahwa dalam masalah yang berat sekalipun, baik internal, seperti pada 1960 di mana lahirnya Pesan Tobat GPM, atau dalam hiruk pikuk di tengah bangsa, pada 1950 atau 1999, GPM tetap pada pendiriannya menjadi gereja yang menghadirkan pembebasan dan perdamaian.
Malah bertubi-tubi dihantam bencana alam sampai pandemi Covid-19, GPM tetap menjadi gereja dengan berusaha hadir lebih dahulu dan selalu mencerahkan pemahaman umat, menumbuhkan harapan, memulihkan kondisi hidup individu dan sosial, memastikan bahwa Tuhan ada dan tetap bekerja di dalam dan melalui gerejaNya.
Semua itu terjadi dan kita lakukan karena yakin, Tuhan selalu menunjukkan kebajikan dan kemurahan hatiNya kepada kita, karena Ia tetap menemukan kita sebagai gerejaNya dan memakai kita untuk menuntun semua dombaNya.