Lembaga “Rumah Generasi” dan Pemkot Ambon Peringati Hari Disabilitas Internasional

oleh -1,055 views
oleh
Para peserta kegiatan foto bersama dengan Penjabat Walikota Ambon. -dok-

suaramaluku.com – Lembaga “Rumah Generasi” bersama Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon dan stakeholder lainnya memperingati Hari Disabilitas Internasional sebagai rangkaian Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan bertempat di Pattimura Park, Sabtu (3/12/2022).

Demikian disampaikan Jemmy Talakua sebagai Koordinator Program INKLUSI Rumah Generasi kepada media ini, Senin (5/12/2022).

Ia mengatakan, kegiatan tersebut selain melibatkan Lembaga Rumah Generasi dan Pemkot Ambon, jjuga Jaringan Organisasi Masyarakat Sipil, Anak dan Guru Sekolah Luar Biasa, dan Organisasi Disabilitas serta masyarakat lainnya.

Menurutnya, Lembaga Rumah Generasi adalah organisasi masyarakat sipil yang bekerjasama dengan Yayasan BaKTI (Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia) melaksanakan program INKLUSI (Program Kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif), dan dengan NLR Indonesia untuk program Body Talk dan Prioritas Anak dengan DisabilItas Indonesia (PADI) di Kota Ambon.

“Program-program tersebut diimplemnetasi dengan  pendekatan gender equality,  disability dan  social inclusion (GEDSI),” ujar Jemmy.

Dijelaskan, dengan acara itu mengingatkan kita semua untuk terus menyuarakan keadilan dan kesetaraan dalam momentum Hari Disabilitas Internasional yang tahun ini mengusung tema: “Transformative Solution for Inclusive Development: The Role of Innovation in Fueling an Accessible and Equitable World”.

Ketidakadilan bagi difabel merupakan inti masalah pengabaian mayoritas difabel. Cara pandang hegemonik bio-medik membuahkan praktik politik pencacatan yang menyuburkan stigmatisasi difabel berupa labelisasi kecacatan, stereotifikasi ketidakmampuan, pemisahan berbasis kenormalan, dan pengabaian hak-hak difabel.

“Kita semua patut hadir untuk melakukan destigmatisasi dan demedikalisasi disabilitas, serta pemberdayaan politik difabel. Destigmatisasi dan demedikalisasi merupakan proses menanggalkan label kecacatan dalam diri disabilitas, melepaskan labeling ‘sakit’ dan ‘tidak mampu’ atas diri difabel, merubuhkan segregasi, dan menghapuskan praktik diskriminasi atas difabel, serta keterabaian atas hak-hak mereka,” tuturnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan, praktek abelisme yang marak merupakan perilaku yang menunjukkan pemikiran dan sikap meremehkan atau membedakan difabel dengan orang lain berdasarkan kemampuan hidup dalam standar normalisme—kenormalan (tubuh).

Karena itu, melalui kampanye ini kita semua harus meyakini bahwa tidak ada perubahan dapat dilakukan menjadi lebih baik sampai kita tahu dan mengerti apa yang kita lakukan salah.

Dengan demikian, belajar tentang bagaimana abelisme muncul dalam masyarakat kita adalah instrumen terbaik untuk berperilaku inklusif. Setelah kita memahami abelisme, maka kita bisa memutuskan untuk mengurangi perlakuan abelis dalam hidup kita.

“Mulailah respek kepada difabel dan keputusan mereka. Lakukan double-check atas ucapan, tindakan, dan pemikiran kita. Suarakan abelisme ketika terjadi dan buat orang mengerti itu tidak boleh. Promosikan aksesibilitas di komunitas, tempat kerja, sekolah, rumah sakit dan lainnya. Kita semua berjuang serius bangun masyarakat inklusif dengan spirit “No One Left Behind” (tak satupun yang tertinggal/terabaikan) untuk mewujudkan Kota Ambon manise yang inklusif,” jelas Jemmy.

Peringatan Hari Disbilitas Internasional tersebut turut dihadiri oleh Penjabat Walikota Ambon, Bodewin M. Wattimena.

Pada kesempatan itu, Wattimena memberikan sambutan sekaligus melantik Forum Anak Kota Ambon.

Kegiatan ini juga diisi dengan Jalan Santai bersama anak-anak dengan disabiltas dari SLB, pentasan seni, pameran karya anak-anak SLB, We Ring the Bell dan tandatangan manifesto oleh Penjabat Walikota Ambon serta perwakilan semua unsur yang hadir.

We ring the bell dengan membunyikan bunyi-bunyian selama satu menit sebagai tanda menarik perhatian semua pihak terhadap hak anak atas pendidikan, dan penandatanganan manifesto sebagai seruan agar semua anak harus sekolah termasuk anak dengan disabilitas.

Selain itu, hadir juga Anggota DPRD, Pimpinan OPD terkait, TP PKK, Anak dan Guru SLB, Forum Anak Kota Ambon, Organisasi Disabililitas, Organisasi Masyarakat Sipil, Media, dan masyarakat. (SM-05)

No More Posts Available.

No more pages to load.