Karena itu, setiap momen Hari Raya Idul Fitri, warga Negeri Abubu, Hatusua dan Hutumury selalu menyempatkan diri datang ke Tengah Tengah, namun kebanyakan yang datang berdomisili di Kota Ambon.
Tapur Idul Fitri itu disiapkan oleh Pemerintah Negeri, pemuka masyarakat dan orang-orang yang memiliki kemampuan ekonomi. Namun sejatinya, siapa pun dibolehkan menyiapkan tapur sepanjang merasa berkecukupan.
Sebelum dibawa ke masjid, Tapur diarak keliling kampung dengan tifa rebana dan tarian hadrat yang atraktif. Malamnya, setelah Khatam Qur’an, Tapur yang memenuhi seluruh ruangan dan pelataran masjid diperebutkan oleh tiga negeri basudara untuk dibawa pulang ke rumah masing-masing.
DIHADIRI RAJA HATUSUA
Sementara itu, Raja (kepala desa) Negeri Hatusua Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Petrus Tuhuteru ikut menghadiri tradisi Tapur di Negeri Tengah Tengah tersebut, Minggu (1/5/2022).
Dijumpai wartawan di sela-sela Khatam Qur’an di Masjid An-Nikmah Tengah Tengah, Raja Negeri Hatusua dengan bangga menyebut Tradisi Tapur sebagai salah satu tradisi leluhur yang hanya ada di Negeri Tengah Tengah dan sarat akan nilai-nilai persaudaraan yang hakiki.
Tradisi ini meneguhkan nilai-nilai pela gandong antar sesama orang basudara di Maluku, sekaligus menjadi perekat hidup antar sesama umat beragama sesuai dengan fitrah dan jati diri anak-anak Maluku.
“Tradisi Tapur ini setiap tahun katong dari Hatusua selalu datang.Yang menarik dari tradisi ini, katong semua bisa bakumpul, baik dari pela Hatusua, Abubu, maupun keluarga dari Hutumury,” ungkap Tuhuteru, dengan dialek Ambon.
Ia berharap, tradisi Tapur ini terus dihidupkan dan ditngkatkan pada tahun-tahun mendatang, agar di Hari Raya Idul Fitri menjadi tradisi Kumpul Orang Basudara. (SM-05)