RSUD HAULUSSY
Berkaca dari sejarah hebat dokter-dokter asal Maluku tersebut, ternyata tidak berbanding lurus dengan eksistensi dan reputasi RSUD Dr M. Haulussy Ambon sebagai rumah sakit tertua dan terbesar milik Pemerintah Provinsi Maluku.
Pembangunan RSUD Haulussy diprakarsai tiga orang dokter yaitu dr. D. P. Tahitu, dr. K. A. Staa dan dr. L. Huliselan pada tahun 1946. Pada tahun 1947 dimulai penggusuran tanah, sedangkan pembangunan baru dimulai tahun 1948. Rumah sakit baru diresmikan pada 3 Maret 1954 dengan nama Rumah Sakit Umum Ambon dipimpin oleh dr.L. Huliselan sebagai Kepala RSU Ambon yang pertama.
Sejak masih bernama RSU Ambon hingga berubah jadi RSUD Dr M. Haulussy, rumah sakit tersebut yang kemudian naik status bertipe B, merupakan RS yang pelayanannya sangat bermanfaat bagi masyarakat Ambon dan Maluku umumnya bahkan juga provinsi terdekat. Perannya cukup vital dan berkualitas.
Namun seiring kemajuan teknologi dan manajemen pelayanan, belakangan pamor dan reputasi RSUD Haulussy menurun. Degradasi terjadi pada aspek pelayanan medis, fasilitas, sumber daya manajerial, profesionalisme, sehingga muncullah image buruk yang sudah sering dikeluhkan masyarakat
RSUD Haulussy malah kini harus berkompetisi dengan kehadiran RSUP dr Leimena dan rumah sakit swasta bertaraf internasional, RS Siloam. Dan beberapa rumah sakit baru lainnya.
Padahal bila ditangani secara profesional dan manajemen pengelolaan RS yang modern sesuai perkembangan jaman, maka seharusnya RSUD Haulussy yang merupakan RS tertua dan terbesar pertama di Maluku, dapat memberikan pelayanan maksimal dan mendatangkan PAD bagi Pemprov Maluku sebagai pemilik.
Sayangnya. Belakangan image buruk melekat pada RS ini. Angka kematian per bulan sebelum pandemi Covid 19 masih tinggi. Sistem pelayanan pasien, fasilitas yang tidak terawat, penyediaan obat-obatan yang tidak lengkap dan kunjungan dokter yang kurang maksimal serta pelayanan para medis yang kurang betsahabat, mengakibatkan munculnya cerita tersendiri bagi pasien dan keluarganya.
Di sisi lain. Pemprov Maluku sebagai pemilik RSUD Haulussy, juga harusnya mengsuport pengembangan dan kemajuan RS ini. Rekrutmen manajerial atau leadership untuk mengelolanya mestinya profesional. Bukan atas dasar like and dislike terhadap figur. Profesionalisme dan kapabilitas harus diutamakan. Karena jangan melihat pada aspek birokrasi semata, tetapi pada visioner dan kemampuan managerial.
RSUD Haulussy mestinya tidak berkutat pada minim atau kekurangan dana. Sehingga terus menerus di subsidi atau punya utang misalnya. Pasalnya, harus sebaliknya sebagai pusat layanan masyarakat yang baik dan juga sumber PAD bagi daerah ini. Paling tidak, bisa membiayai diri sendiri.
Faktor lain yaitu mengubah mind set, pola pikir. Etos kerja harus diubah total. Pembenahan menyeluruh sudah waktunya. Termasuk memberikan rangsangan insentif bagi dokter dan tenaga medis yang mengabdi profesional. Sehingga mampu menciptakan etos pelayanan yang maksimal dan motivasi, sehingga image buruk dapat diubah menjadi baik kembali.
Rasanya aneh. Bila pasien atau masyarakat menilai pelayanan RSID Haulussy masih “kalah” dengan RSU dr Ishak Umarella di Tulehu. Sebab masyarakat tidak menilai hanya pada fasilitas yang cukup lengkap. Tapi cara dan sistem melayani pasienlah yang disorot.
Dalam catatan beta. Banyak dokter umum bahkan dokter ahli/spesialis yang sebelumnya mengabdi di RSUD Haulussy, akhirnya hengkang lanjutkan pengabdiannya di kota-kota besar Pulau Jawa. Mereka berkiprah maksimal di sana dan terkenal.
Nah bla kini. Persoalan RSUD Haulussy jadi gonjang ganjing termasuk isu dipindahkan lokasinya (sesuatu yang sulit terjadi karena aturan) serta mendapat perhatian DPRD Maluku dengan membentuk Panitia Kerja (Panja) pembenahan RSUD, kita berharap semuanya secara perlahan tapi pasti dari hulu ke hilir dapat diubah total. Termasuk tentunya pada leadership RS tersebut.
Itulah harapan kita semua. Sehingga nama RSUD Haulussy Ambon kembali harum. Sebagaimana kehebatan dokter-dokter asal Maluku sebelumnya yang diakui secara nasional dan internasional.
Dan semoga istilah sistem lama yang sudah melekat pada RSUD Haulussy yakni “panyaki su tua di badang” secara perlahan dihilangkan, dibenahi. Punya inovasi dan perubahan nyata ke depan. Satukan tekad untuk pelayanan kesehatan masyarakat yang maksimal dan berkontribusi bagi pendapatan daerah.
Sekali lagi, semoga “amatoo” pola lama dan menatap perubahan baru, manajemen baru, etos kerja baru, profesional dan insentif sebagai penghargaan atas pengabdian. Semoga. (novi pinontoan)